
Tentang
seorang gadis yang kebetulan tinggal dalam satu gedung dengan saya tetapi
berada pada kamar yang berbeda. Kamar kami kebetulan berada pada lantai 2
gedung tersebut. Gadis itu adalah seorang mahasiswi disalah satu universitas
swasta yang ada dimedan. Cukup unik mengenai kisah gadis ini. Awalnya dia
sangat sering mengunci diri dikamar, apalagi ada banyak kamar yang masih kosong
dilantai 2 tersebut. Masih pertemuan awal dan kami sempat mengobrol dikamar
saya. Cukup singkat dan cukup mudah terpancing sampai akhirnya dia menceritakan
tentang pengalaman dia dikeluarga dan cukup dipahami cara dia mengekspresikan
ketidaktertarikannya tentang keluarganya. Dia merasa sakit hati dengan cara
kedua orangtuanya yang tidak bisa memberikan dia kebebasan berpendapat dan
sikap keras orangtuanya yang menuntut dia harus mematuhi semua perintah
orantuanya termasuk dalam hal pendidikan. Sekarang dia berada pada fakultas
farmasi, dan jurusan itu sangat membuat dia frustasi sampai dia sudah banyak
tidak mengikuti beberapa perkuliahan dan ujian, bahkan dia masih banyak
mengutang sks, dan itu terlihat dari IP-nya yang tidak pernah lebih dari 2.
Selang waktu beberapa bulan kemudian, dia terlihat semakin dekat dengan
beberapa pengungsi kamar yang mulai mengisi kamar yang kosong. Perlahan
mulailah dia pada tahap sakit dan terus sakit. Perhatian beberapa penghuni
kamar yang lain sering tertuju ke dia karna dia yang selalu mengeluh sakit dan
sakit. dia mengeluh bahwa perutnya sering sakit, sering mual, merasa bahwa
lambung sangat sakit, sering sesak didada, terkadang sering pingsan, keringatan
yang begitu banyak dan bahkan tidak jarang terdengar suaranya muntah-muntah
dikamar mandi. Lambat laun dia semakin sering dirawat dirumah sakit dan
tindakan rutin itu sering terjadi. Terkhusus untuk beberapa penghuni kamar yang
selalu rajin menjenguk dia bahkan selalu ada yang tinggal disana untuk menjaga
dia. Orangtuanya yang kebetulan tinggal dibeda kota dengan dia pun menjadi
sering datang untuk menjenguk dia. Terkadang dia sering mengeluh bahwa dia
sering muntah darah, mimisan dan mengatakan bahwa keluar darah ketika dia BAB.
Hanya saja, tidak ada kekhawatiran atau diagnosa penyakit apapun yang pasti dikatakan
oleh dokter setelah melakukan pemeriksaan untuk seluruh tubuhnya. Selain itu,
tidak satupun diantara orang terdekat dia yang sering menemani dia mengatakan
bahwa ada keluar darah dari mulut ataupun hidungnya. Sampai pada tahap terakhir
dia masuk rumah sakit ketika dokter mengatakan bahwa dia tidak menderita sakit
apapun kepada orangtuanya. Bahkan dokter menganjurkan untuk membawa dia ke
psokolog atau ke psikiater karna dugaan adanya gangguan pada kejiwaannya. Setelah
itu, dia tidak pernah lagi masuk kerumah sakit karna orangtuanya juga sudah
mengecam dia karna dianggap berbohong.
“Pendahuluan”
Psikosomatis berasal dari kata psycho (jiwa)
dan soma (tubuh, jasad) yang merujuk kepada keterkaitan antara
adanya ketidakberesan dalam keseimbangan jiwa dengan kemunculan gejala sakit
yang dirasakan oleh tubuh. Sudah kita kenal istilah mens sana in corpore
sano, bukan? Jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Ternyata juga
berlaku sebaliknya, tubuh yang sehat dimiliki oleh jiwa yang juga sehat. Ini
adalah masalah mind and body connection.
Psikosomatis merupakan salah satu
gangguan kesehatan atau penyakit yang ditandai oleh bermacam-macam keluhan
fisik. Berbagai keluhan tersebut acapkali berpindah-pindah. Sebagai contoh
dalam waktu beberapa hari terjadi keluhan pada pencernaan, disusul gangguan
pernafasan pada hari-hari berikutnya. Atau kadang keluhan tersebut menetap
hanya pada satu sistem saja, misal hanya pada sistem pencernaan (gangguan
lambung). Kondisi inilah yang seringkali menjadi sebab berpindah-pindahnya
penderita dari satu dokter ke dokter yang lain ("doctor shopping").
Ada sebagian pasien yang kemudian jatuh pada perangkap medikalisasi, yakni
upaya atau tindakan dengan berbagai teknik dan taktik, yang membuat mereka
terkondisi dalam keadaan sakit dan memerlukan pemeriksaan maupun
pengobatan.
Padahal gangguan psikosomatis ini
sebenarnya justru disebabkan dan berkaitan erat dengan masalah
psikis/psikososial. Alhasil, dapat terjadi gangguan fisik pada seluruh sistem
di tubuh manusia mulai dari sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem
pencernaan, kulit, saluran urogenital (saluran kencing) dan sebagainya.
"Sekitar 90 persen penyakit disebabkan faktor
psikogenik, bukan organik. Jadi bisa dikatakan, kondisi psikis mendominasi
keadaan tubuh," kata pakar mind
technology, Adi W Gunawan mengutip dari The American College of Family
Physicians. Hal ini disampaikannya pada media workshop bertajuk, Menavigasi Pikiran dengan Hipnoterapi
Klinis, di Jakarta, Rabu (13/11/13).
Sedikitnya ada 15 emosi
penyebab psikosomatis antara lain memori sakit, konflik diri, menghukum
diri, masa lalu atau masa kini yang tidak terselesaikan, harga diri yang
mengalami trauma, dan empat jenis emosi negatif.
Yang termasuk emosi negatif di
antaranya rasa malu, bersalah, marah, dan takut. Rasa marah meliputi jengkel,
benci, dendam, frustasi, sakit hati, dan tersinggung. Rasa malu, menurut Adi,
adalah emosi destruktif penyebab penyakit psikosomatis paling besar. Malu juga
bisa menyulut tiga emosi lainnya.
Internal
Conflict : Konflik diri yang melibatkan minimal 2
Part atau Ego State.
Organ Language : Bahasa yang digunakan oleh seseorang dalam mengungkapkan perasaannya.
Misalnya, “Ia bagaikan duri dalam daging yang membuat tubuh saya sakit sekali.”
Bila pernyataan ini sering diulang maka pikiran bawah sadar akan membuat bagian
tubuh tertentu menjadi sakit sesuai dengan semantik yang digunakan oleh
klien.
Motivation/
Secondary Gain: Keuntungan yang bisa didapat seseorang dengan sakit yang dideritanya,
misalnya perhatian dari orangtua, suami, istri, atau lingkungannya, atau
menghindar dari beban tanggung jawab tertentu.
Past Experience : Pengalaman di masa lalu yang bersifat traumatik yang mengkibatkan munculnya
emosi negatif yang intens dalam diri seseorang.
Identification : Penyakit muncul karena klien mengidentifikasi dengan seseorang atau figur
otoritas yang ia kagumi atau hormati. Klien akan mengalami sakit seperti yang
dialami oleh figur otoritas itu.
Self Punishment : Pikiran bawah sadar membuat klien sakit karena klien punya perasaan bersalah
akibat dari melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan nilai hidup yang
klien pegang.
Imprint : Program pikiran yang masuk ke pikiran bawah
sadar saat seseorang mengalami emosi yang intens. Salah satu contohnya adalah
orangtua menanam program ke pikiran bawah sadar anak dengan berkata, “Jangan
sampai kehujanan, nanti bisa flu, pilek, dan demam.”
Sedangkan Tebbets, pakar hipnoterapi
terkemuka, mengatakan bahwa kebanyakan penyakit bersifat psikosomatik dan
dipilih (untuk dimunculkan) pada level pikiran bawah sadar untuk lari dari
suatu situasi yang dipersepsikan sebagai suatu tekanan mental yang berlebihan
(overload) yang disebabkan oleh emosi destruktif seperti marah, benci, dendam,
takut, dan perasaan bersalah.
“Akibat Pikiran”
Gangguan psikosomatis
adalah kondisi psikologis dan emosional yang menimbulkan gangguan fisik.
Gangguan psikosomatis harus dibedakan dengan perasaan grogi atau demam
panggung. Grogi hanya menyebabkan perasaan tidak nyaman sesaat, yaitu ketika
kejadian yang membuat grogi berlangsung sesaat. Setelah turun dari panggung,
perasaan itu hilang sendirinya. Ciri khas gangguan psikosomatis adalah
adanya keluhan fisik yang berulang dalam jangka waktu lama, meski secara
diagnosis pasien dinyatakan baik-baik saja. Tak hanya lambung, seluruh organ
tubuh bisa terkena imbasnya.
Bahkan, pada kasus
gangguan psikosomatis yang berat, pasien bisa mengalami kebutaan, masalah
kelamin, atau masalah seksual seperti susah ereksi dan ejakulasi. "Ini
yang disebut pseudoneurogical, tahap di mana beban pikiran memengaruhi saraf tubuh,"
katanya.
Penyebab gangguan
Psikosomatis adalah beban pikiran yang tidak bisa keluar atau disalurkan.
Contohnya, karena si pasien tidak punya teman curhat sehingga menyimpan beban
pikirannya sendiri. Gangguan Psikosomatis ini paling sering terjadi pada usia
awal 30-an. Anak-anak terhindar dari penyakit ini, karena belum mempunyai beban
pikiran.
Bagaimana membedakan
Psikosomatis dengan penyakit biasa? Ciri-ciri Psikosomatis ditandai dengan
adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain seperti :
1. Pegal-pegal
2. Nyeri di bagian tubuh tertentu
3. Mual, muntah, kembung dan perut tidak enak
4. Sendawa
5. Kulit gatal, kesemutan, mati rasa
6. Sakit kepala
7. Nyeri bagian dada,punggung dan tulang
belakang
Keluhan itu biasanya
sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti atau berpindah-pindah
tempat, dirasa sangat menganggu dan tidak wajar sehingga harus sering periksa
ke dokter.
“Gejala Yang Tampak”
Manifestasi klinis psikosomatis yang
banyak dijumpai di masyarakat berupa gejala sakit kepala, mudah pingsan, banyak
berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pada lambung, diare,
mudah gatal-gatal dan sebagainya dengan frekuensi yang berulang-ulang.
Dalam ilmu kedokteran jiwa
(Psikiatri) kasus semacam ini seringkali ditemukan dengan ciri khas khusus.
Yakni penderita merasa yakin bahwa gangguan-gangguan yang dialaminya merupakan
rangkaian gejala penyakit tertentu. Penderita merasa kecewa karena meskipun
telah melalui konsultasi dan mendapat pemeriksaan dokter ternyata secara
medis/fisik tidak ditemukan suatu kelainan. Karena tidak puas, penderita
cenderung mengambil inisiatif penyembuhan sendiri yaitu dengan sering
berpindah-pindah dokter. Biasanya penderita penyakit psikosomatis menyangkal
dan menolak untuk membahas serta mengutarakan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya ketika berhadapan dengan dokter. Meskipun sudah
didapatkan gejala ansietas (kecemasan) dan depresi pada dirinya.
Keadaan ini tentu sangat merugikan
bagi penderita, karena selain terganggu dengan keluhan yang dideritanya, biaya
berobat dan biaya pemeriksaan-pemeriksan penunjang lain yang biasanya termasuk
dalam rangkaian pengobatan dapat melonjak sangat tinggi. Bahkan secara
signifikan hasil penelitian dalam kurun waktu terakhir menunjukkan bahwa hampir
80 % pasien yang datang berobat adalah penderita kasus psikosomatis. Ironisnya,
jumlah ini kian bertambah sejalan dengan membengkaknya biaya hidup di segala
sektor. Tentunya kita akan berada dalam kondisi yang lebih baik apabila kasus
psikosomatis ini dapat ditangani dengan lebih tepat.
Dalam pengertian awam istilah stres
sering disalahartikan sebagai suatu penyakit atau gejala yang berhubungan
dengan masalah psikis/kejiwaan. Padahal, makna stres itu sendiri- jika ditinjau
dari sudut ilmu kedokteran dan psikologi - adalah respon normal tubuh yang
bersifat adaptif terhadap perubahan di lingkungan atau luar tubuh, sebagai
stresor, yang menimbulkan perubahan atau mekanisme pertahanan tubuh. Respon
tubuh terhadap stresor atau penyebab stres dapat berupa perubahan fisik atau
emosi.
Ditinjau dari ilmu Kedokteran dan
Psikologi, gejala psikosomatis, menurut awam sering disebut stres, muncul
ketika tubuh sudah tidak dapat lagi mengatasi stresor. Peristiwa ini sering
juga disebut sebagai Kondisi Distress. Pada tahap inilah biasanya penderita
psikosomatis datang ke dokter dengan gejala-gejala sebagaimana disebut di awal tulisan
ini.
Agar dapat ditangani dengan baik, perlu diteliti dulu
faktor penyebabnya. Psikosomatis pada
anak dapat disebabkan oleh :
1. Faktor intern
Anak bersifat pencemas, histerikan atau introvert.
2. Faktor lingkungan
a. Pola asuh orang tua yang perfeksionis atau suka member
label jelek yang meruntuhkan harga diri anak.
b. Lingkungan yang sangat mengganggu seperti :
-
Sulit memahami
pelajaran di kelas
-
Takut pada
guru yang galak
-
Takut gagal
menghadapi ulangan
-
Tidak disukai
/ dimusuhi teman-teman
-
Cemburu
karena kelahiran adik baru
Penanganan
pada anak
Kata kuncinya adalah kesabaran dan kasih sayang, yang dapat ditunjukkan
orangtua berupa sikap-sikap berikut ini :
1. Penerimaan akan pribadi anak tanpa syarat
2. Berikan perhatian khusus secara emosional sehingga
anak merasa tenang dan nyaman.
3. Rubah tuntutan orangtua terhadap anak karena setiap
anak mempunyai kemampuan yang berbeda (multiple intelligence)
4. Melatih anak teknik relaksasi sederhana seperti
mengambil dan menghembuskan nafas secara perlahan atau membayangkan tempat/
makanan yang menyenangkan hati.
Menurut penelitian yang dilakukan Dr Ryke Geerd Hamer, kanker termasuk penyakit psikosomatis. Sebagai
contoh Dr Ryke dan istrinya menderita kanker setelah kehilangan anaknya. Dr
Ryke terserang kanker testis dan istrinya kanker ovarium.
“Pencegahan Psikosomatis”
1. Bergerak = Berolahraga minimal tiga
kali dalam seminggu dapat meningkatkan imunitas tubuh, menjaga kesehatan jiwa
Anda dan mencegah serangan panik.
2. Berpikir positif = Ini dapat mengurangi
rasa sakit bila Anda tengah menderita penyakit. Pikiran negatif
justru menambah rasa sakit Anda menjadi dua kali lipat.
3. Tidur = Kurang tidur hanya akan
membuat Anda rentan terhadap stres. Pastikan Anda makan malam dua atau tiga jam
sebelum Anda tidur malam, supaya makan dapat tercerna sempurna untuk mencegah
penyakit pencernaan dan asam lambung.
4. Diet tepat = Beberapa penelitian
justru menyebutkan bila Anda sering diet tanpa bantuan ahli justru membuat
imunitas tubuh berkurang. Hal ini berisiko menimbulkan penyakit kejiwaan,
seperti skizofrenia, depresi, cemas, dan serangan panik.
5. Asupan sehat = Nutrisi yang tepat dapat
menjaga kesehatan mental Anda. Pastikan Anda mengonsumsi makanan yang
mengandung vitamin E dan B kompleks, seperti kacang-kacangan, ikan, sereal,
buah dan sayur.
6. Rileks = Hiduplah lebih santai.
Lakukan yoga untuk menghindari serangan depresi atau sekedar rutin mendengarkan
musik untuk melatih jiwa Anda tetap tenang. Musik yang tepat dapat menuntun
jiwa Anda lebih tenang.
7. Sharing = Manusia diciptakan untuk
bersosialisasi, karena itu jangan memendam masalah. Usahakan Anda memiliki
teman yang dapat Anda percaya atau bergabung dalam kelompok diskusi. Memendam
masalah, sama saja seperti memendam sampah dalam tubuh Anda. Keluarkan!
Perkembangan dalam terapi ilmu
kedokteran dewasa ini sesuai dengan definisi WHO tahun 1994 tentang
"konsep sehat" adalah sehat secara fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual, maka terapi pun seyogyanya dilakukan secara holistik. Maksudnya,
tidak hanya gejala fisik saja yang ditangani tetapi pemeriksaan pada
faktor-faktor psikis yang biasanya sangat mendominasi penderita psikosomatis
pun menjadi prioritas. Seorang dokter seyogyanya mampu menyakinkan dan
menenangkan penderita penyakit psikosomatis ini sehingga mereka tidak terlalu
memikirkan kondisi penyakitnya. Berempati dalam mendengarkan segala keluhan
penderita yang berkaitan dengan masalah kehidupan yang dihadapinya sebagai
salah satu cara terapi (ventilasi) juga menjadi salah satu tugas dokter dalam
menangani penyakit ini. Dengan demikian penderita akan lebih merasa tenang.
Karena yang menjadi
sumber masalah sebenarnya adalah emosi maka terapis harus mampu membantu klien
memproses emosi terpendam yang menjadi sumber masalah. Tebbets mengatakan
bahwa ada 4 langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit psikosomatis
dan menghilangkan simtomnya melalui teknik uncovering:
1. Memori yang menyebabkan munculnya simtom
harus dimunculkan dan dibawa ke level pikiran sadar sehingga diketahui.
2. Perasaan atau emosi yang berhubungan
dengan memori ini harus kembali dialami dan dirasakan oleh klien.
3. Menemukan hubungan antara simtom dan
memori.
4. Harus terjadi pembelajaran pada secara
emosi atau pada level pikiran bawah sadar, sehingga memungkinkan seseorang
membuat keputusan, di masa depan, yang mana keputusannya tidak lagi dipengaruhi
oleh materi yang ditekan (repressed content) di pikiran bawah sadar.
Mencari tahu apa yang
menjadi sumber masalah dilakukan dengan hypnoanalysis mendalam. Ada banyak
teknik hipnoterapi yang bisa digunakan untuk melakukan hypnoanalysis. Setelah
itu, emosi yang berhubungan dengan memori dialami kembali, dikeluarkan,
diproses, dan di-release. Dan yang paling penting adalah kita mengerti pesan
yang selama ini berusaha disampaikan oleh pikiran bawah sadar dengan membuat
klien mengalami penyakit psikosomatis. Baru setelah itu proses kesembuhan bisa
terjadi. Pada saat alasan untuk terciptanya penyakit psikosomatis telah
berhasil dihilangkan maka pikiran bawah sadar tidak lagi punya alasan untuk
mempertahankan penyakit itu atau memunculkannya lagi di masa mendatang. Berikutnya adalah re-edukasi dan re-assurance. Ini
dimaksudkan untuk meyakinkan dan menjamin penderita bahwa segala masalah yang
dihadapi dapat diatasi. Biasanya pada tahap ini peran dokter/psikiater atau
rohaniwan sangat membantu.
Selanjutnya berupa anjuran untuk
memperbaiki kondisi lingkungan dalam keluarga, sosial ekonomi, dan juga di
lingkungan pekerjaannya. Sebab, tidak jarang penyebab masalah psikis adalah
orang-orang terdekat di sekitar penderita. Karena itu, masyarakat wajib
memahami sungguh-sungguh masalah psikosomatis ini. Lebih-lebih para praktisi
medis. Mereka harus lebih proaktif dan bertindak profesional sehingga
masyarakat/pasien tidak (di)-jatuh-(kan) pada pemaksaan terselubung alias
medikalisasi.
Karena jelas bahwa psikosomatik
adalah masalah gangguan berdasarkan mind and body connection, maka
penanganannya harus holistik (terpadu). Hipnoterapi diharapkan mampu
menjembatani hubungan antara penyebab psikis di bawah sadar dengan manifestasi
klinis pada tubuh. Apabila ada di antara Anda atau kerabat Anda yang memiliki
masalah gangguan psikosomatis / psychosomatic dysorder, mengunjungi dokter yang
memahami hipnoterapi adalah keputusan yang tepat.